Aspek Hukum Dalam Ekonomi

Pengertian Hukum dan Hukum Ekonomi
A.   Pengertian Hukum             
          Arti hukum secara etimologi yaitu kata hukum berasal dari bahasa Arab dan merupakan bentuk tunggal. Kata jamaknya adalah “Alkas” yang selanjutnya diambil alih dalam bahasa Indonesia menjadi “Hukum”. Di dalam pengertian hukum terkandung pengertian bertalian erat dengan pengertian yang dapat melakukan paksaan.
          Secara umum kita dapat melihat bahwa hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa norma/kaidah baik tertulis yang dapat mengatur dan menciptakan tata tertib dalam masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan keyakinan dan kekuasaan hukum itu. Beberapa pendapat para ahli hukum yang telah memerikan definisi yang antara lain sebagai berikut.
1.    Menurut E. Utrecht Hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.
2.    Menurut Satjipto Rahardjo Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku.
3.    Menurut J.C.T. Simorangkir dan Woerjono Hukum adalah peraturan-peraturan bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, pelanggaran terhadap peraturan-peeraturan tadi berakibat diambilnya tindakan hukuman.
4.    Menurut Sudikno Martokusumo Kaidah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seharusnya dilakukan. Pada hakikatnya kaidah hukum merupakan perumusan pendapat atau pandangan tentang bagaimana seharusnya seseorang bertingkah laku. Sebagai pedoman kaidah hukum bersifat umum dan pasif.
5.    Menurut Borst hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia di dalam masyarakat ,yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan.
          Dari beberapa definisi tentang hukum tersebut, tampak jelas bahwa hukum meliputi kehidupan manusia dalam pergaulan masyarakat yang menyangkut hidup dan kehidupan manusia agar hidup teratur, serta merupakan pedoman atau patokan sikap tindakan atau perilaku yang pantas dalam pergaulan hidup antar manusia.

B.    Tujuan Hukum
Pendapat berabagai ahli dan sarjana mengenai tujuan hukum sebagai berikut:
a)   Dr.Wirjono Prodjodikoro. SH. Dalam bukunya “Perbuatan Melanggar Hukum” mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, keahagiaan dan tata tertib dalam masyarakat.
b)   Prof. Subekti, SH. Dalam bukunya “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan”, Prof. Subekti, SH. Mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Pengabdian tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan keadilan dan ketertiban.
c)   Prof. Mr. Dr. L.J. Apeldoorn Menyatakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur tata terti dalam masyarakat secara damai dan adil.
d)   Aristoteles Dalam bukunya Ethica Nicomachea dan Rhetorica mengatakan hukum mempunyai tugas yang suci yakni memberi kepada setiap orang apa yang berhak diterima. Anggapan itu berdasarkan etika dan Aristoteles berpendapat bahwa hukum bertugas hanya membuat keadilan.
          Berdasarkan teor-teori tentang tujuan hukum seagaimana yang telah diuraikan maka dapat di lihat bahwa apabila tujuan hukum semata-mata hanya untuk mewujudkan keadilan saja maka tidak seimbang hingga akan bertentangan dengan kenyataan.
                                                                                                      
C.   Sumber-sumber Hukum                                                                
          Sumber-sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan yang biasanya bersifat memaksa.
Arti sumber hukum:
1.    Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan permulaan hukum.
2.    Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi bahan hukum yang kemudian.
3.    Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku secara formal kepada peraturan hukum.
4.    Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
5.    Sumber terjadinya hukum. Sumber yang menimbulkan hukum.
          
Sumber-sumber hukum ada 2 jenis yaitu :
1.    Sumber-sumber Hukum Materiil (Welborn), yakni sumber-sumber hukum yang ditinjau dari beberapa perspektif. keyakinan dan perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yangmenentukan isi atau meteri (jiwa) hukum.
2.    Sumber-sumber Hukum Formiil (Kenborn), Perwujudan bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukumitu sendiri. Macam-macam sumber hukum formal :
a)   Undang-Undang, yaitu suatu peraturan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP, Perpu, dan sebagainya.
b)   Kebiasaan, yaitu perbuatan yang sama yang dilakukan terus-menerus sehingga menjadi hal yang selayaknya dilakukan. Contohnya adat-adat di daerah yang dilakukan turun menurun yang telah menjadi hukum di daerah tersebut
c)   Keputusan Hakim (Yurisprudensi) ialah keputusan hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat keputusan sendiri apabila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.
d)   Traktat ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dan warga negara dari negara yang bersangkutan.
e)   Doktrin adalah pendapat atau pandangan dari para ahli hukum yang mempunyai pengaruh sehingga dapat menimbulkan hukum. Dalam yurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan internasonal, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.                
D.   Kodifikasi Hukum
          Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Kodifikasi hukum timbul akibat tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum. Kodifikasi hukum dibutuhkan untuk menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Tujuan kodifikasi hukum tertulis adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan kesatuan hukum. Kodifikasi hukum yang ada di Indonesia antara lain KUHP, KUH Perdata, KUHD, dan KUHAP.
          Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1.    Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kodifikasi.
2.    Kodifikasi Tertutup
Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut permasalahannya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.

Beberapa contoh kodifikasi hukum di Eropa dan Indonesia, yaitu :
a)   Corpus Luris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar Justinianus dari kerajaan Romawi Timur, tahun 527-565
b)   Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di Prancis, tahun 1604 ;
c)   Kitab Undang-Undang Hukum Sipil tahun 1 Mei 1848

E.   Kaidah (Norma)   
Dalam kehidupan bermasyarakat setiap subjek hukum, yakni orang maupun badan hukum selalu berhadapan dengan berbagai aturan maupun norma, baik yang bersifat formal maupun nonformal. Aturan atau norma sangat diperlukan dalm kehidupan bermasyarakat agar hubungan antara manuasia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib dan berjalan lebih baik. Norma merupakan aturan perilaku dalam kelompok tertentu dimasa setiap anggota masyarakat mengetahui hak dan kewajiban di dalam lingkungan masyarakatnya sehingga memungkinkan seseorang bisa menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakan seseorang itu dinilai oleh orang lain.oleh karena itu, norma adalah suatu kriteria bagi orang lain untuk menerima atau menolak perilaku seseorang. Sementara itu di dalam kehidupan bermasyarakat norma yang berlaku adalah norma yang ditetapkan dilingkungan masyarakat sebagai aturan yang mempengaruhi tingkah laku manusia, yaitu norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, dan norma hukum.
1.    Norma Agama
Norma agama adalah peraturan yang diterima sebagai perintah, larangan, dan anjuran yang diperoleh dari Tuhan Yang Maha Esa
bersifat umum dan universal apabila dilanggar maka mendapat sanksi hukum yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa.
2.    Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah aturan hidup yang berasal dari hati sanubari manusia itu sendiri bersifat umum dan universal, apabila apabila dilanggar oleh setiap manusia maka akan menyesalkan perbuatan dirinya sendiri.
3.    Norma Kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan manusia berupa suatu tatanan pergaulan masyarakat apabila dilanggar oleh setiap anggota masyarakat akan dicela/diasingkan oleh masyarakat setempat.
Dengan demikian ketiga norma diatas mempunyai tujuan sebagai pembinaan di dalam kehidupan bermasyarakat sehingga interaksi antara anggota masyarakat dapat berjalan dengan baik. Untuk berjalan dengan baik maka norma agama, kesusilaan, dan kesopanan memerlukan penjabaran dalam bentuk suatu aturan/kaidah yang bertujuan untuk menjaga ketertiban masyarakat agar hak daan kewajiban setiap anggota masyarakat dapat berjalan sesuai dengan aturan dan aturan itu sebagai norma hukum.
4.    Norma Hukum
Norma hukum adalah aturan yang bersifat mengikat kepada setiap
orang yang melaksanakannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat-alat negara untuk melindungi kepentingan manusia dalam pergaulan masyarakat.

F.   Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi          
1.    Pengertian Ekonomi
          Menurut M. Manulang, ilmu ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya untuk mencapai kemakmuran (kemakmuran suatu keadaan dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya, baik barang-barang maupun jasa).
          Jika mengulas tentang Pengertian Ekonomi, secara automatis bakal mengulas mengenai ilmu ekonomi di mana ilmu ekonomi adalah satu pengetahuan kajian yang mengulas serta pelajari mengenai ekonomi tersebut. Pada umumnya, pengetahuan ekonomi dibagi jadi dua yakni pengetahuan ekonomi makro serta pengetahuan ekonomi mikro.
2.    Pengertian Hukum Ekonomi
          Hukum ekonomi lahir disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Di seluruh dunia hukum berfungsih untuk mengatur dan membatasi kegiatan-kegiatan
ekonomi kegiatan-kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
          Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial sehingga hukum ekonomi tersebut mempunyai dua aspek berikut.
a)   Aspek mengatur usaha-usaha pembangunan ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan   ekonomi secara keseluruhan.                      
b)   Aspek mengatur usaha-usaha pembagian hasil pembangunan ekonomi secara merata di antara seluruh lapisan masyarakat sehingga setiap warga negara indonesia dapat menikmati hasil pembangunan ekonomi sesuai dengan sumbangannya dalam usaha pembangunan ekonomi tersebut.
    
Hukum ekonomi Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 yakni hukum ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial.
a)   Hukum Ekonomi pembangunan
Hukum ekonomi pembangunan adalah yang meliputi pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional.
b)   Hukum Ekonomi Sosial
Hukum ekonomi sosial adalah yang menyangkut pengaturan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata dalam martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia indonesia.
     
             Selain itu, Rochmat Soemitro memberikan definisi hukum ekonomi, Menurutnya , hukum ekonomi ialah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai satu personifikasi dari masyarakat yang mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang saling berhadapan.
             Sunaryati Hartono berpendapat dan menyatakan bahwa hukum ekonomi indonesia adalah keseluruhan kaidh-kaidah dan keputusan-keputusan hukum yang secara khusus mengatur kegiatan dan kehidupan ekonomi diindonesia. Atas dasar itu, hukum ekonomi menjadi tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang bersumber pada pancasila dan UUD 1945.
1.        Asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME,
2.        Asas manfaat,
3.        Asas demokrasi pancasila,
4.        Asas adil dan merata
5.        Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan,
6.        Asas hukum
7.        Asas kemandirian,
8.        Asas keuangan,
9.        Asas ilmu pengetahuan,
10.     Asas kebersamaan, kekurangan, keseimbangan, dan kesinambungan dalam kemakmuran rakyat,
11.     Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, dan
12.     Asas kemandirian yang berwawasan kenegaraan.

SUBJEK DAN OBJEK HUKUM
A.   Subyek Hukum
                   Subyek hukum adalah setiap makhluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh, dan menggunakan hak-hak kewajiban dalam lalu lintas hukum.. Dan yang berhak memperoleh kewajiban dan hak yaitu manusia. Jadi, manusia adalah subjek hukum. Pembawa hak, yaitu sesuatu yang mempunyai hak dan kewajiban disebut subjek hukum. Jadi boleh dikatakan bahwa tiap manusia baik warga negara maupun orang asing dengan tidak memandang agama maupun kebudayaannya adalah subjek hukum.
Subyek hukum terdiri dari dua jenis yaitu:
1.    Manusia Biasa (Natuurlijk persoan)
Manusia biasa (natuurlijke persoon) manusia sebagai subyek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan haknya dan dijamin oleh hukum yang berlaku dalam hal itu menurut pasal 1 KUH Perdata menyatakan bahwa menikmati hak kewarganegaraan tidak tergantung pada hak kewarganegaraan. Setiap manusia pribadi (natuurlijke persoon) sesuai dengan hukum dianggap cakap bertindak sebagai subyek hukum kecuali dalam Undang-Undang dinyatakan tidak cakap seperti halnya dalam hukum telah dibedakan dari segi perbuatan-perbuatan  hukum adalah sebagai berikut :
a)   Cakap melakukan perbuatan hukum adalah orang dewasa menurut hukum (telah berusia 21 tahun dan berakal sehat).
b)   Tidak cakap melakukan perbuatan hukum berdasarkan pasal 1330 KUH perdata tentang orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah :
c)   Orang-orang yang belum dewasa (belum mencapai usia 21 tahun).
d)   Orang ditaruh dibawah pengampuan (curatele) yang terjadi karena gangguan jiwa pemabuk atau pemboros.
e)   Orang wanita dalm perkawinan yang berstatus sebagai istri.
2.    Badan Hukum (Rechtsperson)
Badan hukum (rechtspersoon) merupakan badan-badan perkumpulan yakni orang-orang (persoon) yang diciptakan oleh hukum. Badan hukum sebagai subyek hukum dapat bertindak hukum (melakukan perbuatan hukum) seperti manusia dengan demikian, badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melalukan sebagai pembawa hak manusia seperti dapat melakukan persetujuan-persetujuan dan memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggota-anggotanya, oleh karena itu badan hukum dapat bertindak dengan perantara pengurus-pengurusnya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
a)   Didirikan dengan akta notaris.
b)   Didaftarkan di kantor Panitera Pengadilan Negara setempat.
c)   Dimintakan pengesahan Anggaran Dasar (AD) kepada Menteri Kehakiman dan HAM, sedangkan khusus untuk badan hukum dana pensiun pengesahan anggaran dasarnya dilakukan Menteri Keuangan.
d)   Diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia.
Badan hukum dibedakan dalam 2 bentuk yaitu :
a)   Badan Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
Badan Hukum Publik adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya. Dengan demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu, seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank Indonesia dan Perusahaan Negara.
b)   Badan Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
Badan Hukum Privat adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu. Dengan demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.

B.   Obyek Hukum
Obyek hukum menurut pasal 499 KUH Perdata, yakni benda. Benda adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum hukum (manusia/badan hukum) atau segala sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dan kepentingan bagi para subyek hukum atau segala sesuatu yang dapat menjadi obyek hak milik. Oleh karenanya dapat dikuasai oleh subyek hukum. Biasanya objek hukum adalah benda atau zaak. Pengetahuan tentang benda terdapat penjelasannya secara luas pada Buku II KUH Perdata tentang hukum kebendaan atau zakenrecht yang berasal dari hukum barat. Kemudian berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen), dan benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderan).
1)   Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen)
Benda yang bersifat kebendaan (Materiekegoderen) adalah suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera, terdiri dari benda berubah/berwujud, meliputi:
a)   Benda bergerak/tidak tetap, berupa benda yang dapat dihabiskan dan benda yang tidak dapat dihabiskan. Dibedakan menjadi sebagai berikut:
·        Benda bergerak karena sifatnya, menurut pasal 509 KUH Perdata adalah benda yang dapat dipindahkan, misalnya meja, kursi, dan yang dapat berpindah sendiri contohnya ternak.
·        Benda bergerak karena ketentuan undang-undang, menurut pasal 511 KUH Perdata adalah hak-hak atas benda bergerak, misalnya hak memungut hasil (Uruchtgebruik) atas benda-benda bergerak, hak pakai (Gebruik) atas benda bergerak, dan saham-saham perseroan terbatas.
b)   Benda tidak bergerak
dapat dibedakan menjadi sebagai berikut :
·        Benda tidak bergerak karena sifatnya, yakni tanah dan segala sesuatu yang melekat diatasnya, misalnya pohon, tumbuh-tumbuhan, area, dan patung.
·        Benda tidak bergerak karena tujuannya yakni mesin alat-alat yang dipakai dalam pabrik. Mesin senebar benda bergerak, tetapi yang oleh pemakainya dihubungkan atau dikaitkan pada bergerak yang merupakan benda pokok.
·        Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang, ini berwujud hak-hak atas benda-benda yang tidak bergerak misalnya hak memungut hasil atas benda yang tidak dapat bergerak, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hipotik.
                  
          Dengan demikian, membedakan benda bergerak dan tidak bergerak ini penting, artinya karena berhubungan dengan 4 hal yakni :
1.    Pemilikan (Bezit)
Pemilikan (Bezit) yakni dalam hal benda bergerak berlaku azas yang tercantum dalam pasal 1977 KUH Perdata, yaitu berzitter dari barang bergerak adalah pemilik (eigenaar) dari barang tersebut.
2.    Penyerahan (Levering)
Penyerahan (Levering) yakni terhadap benda bergerak dapat dilakukan penyerahan secara nyata (hand by hand) atau dari tangan ke tangan, sedangkan untuk benda tidak bergerak dilakukan balik nama.
3.    Daluwarsa (Verjaring)
Daluwarsa (Verjaring) yakni untuk benda-benda bergerak tidak mengenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama dengan pemilikan (eigendom) atas benda bergerak tersebut sedangkan untuk benda-benda tidak bergerak mengenal adanya daluwarsa.
4.    Pembebanan (Bezwaring)
Pembebanan (Bezwaring) yakni tehadap benda bergerak dilakukan pand (gadai, fidusia) sedangkan untuk benda tidak bergerak dengan hipotik adalah hak tanggungan untuk tanah serta benda-benda selain tanah digunakan fidusia.

2)   Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriekegoderen)
Benda yang bersifat tidak kebendaan (Immateriegoderen) adalah suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk perusahaan, paten, dan ciptaan musik / lagu.
Pengertian Hak Kebendaan Yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
1.     Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
a)   Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata. Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya. Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan. Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan adalah Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b)   Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
A.   Pengertian Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
          Hukum perdata yang berlaku di Indonesia berdasarkan pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang artinya aturan Pemerintah Hindia belanda, adalah berlainan untuk golongan warga Indonesia yaitu :
1.    Untuk golongan warga negara Indonesia asli berlaku hukum adat, yaitu hukum yang sejak dulu kala secara turun menurun.
2.    Untuk golongan warga Indonesia keturunan cina berlaku seluruh BW dengan penambahan mengenai pengangkatan anak dan kongsi (S.1917 No. 129).
3.    Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Arab, India, Pakistan, dan lain-lain berlaku sebagaimana BW yaitu mengenai hukum harta kekayaan dan hukum waris tanpa wasiat berlaku hukum adatnya sendiri, yaitu hukum adat mereka yang tumbuh di Indonesia.
4.    Untuk golongan warga negara Indonesia keturunan Eropa (Belanda, Jerman, Perancis), dan Jepang seluruh BW.
                   Berlaku artinya diterima untuk dilaksanakan berlakunya hukum perdata untuk dilaksanakan. Adapun dasar berlakunya hukum perdata adalah ketentuan undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh pihak, dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum. Kewajiban selalu diimbangi dengan hak.

B.   Sejarah Singkat Hukum Perdata
          Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia tidak lepas dari sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya hukum tertulis dan hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli di negara-negara di Eropa. Oleh karena itu keadaan hukum di Eropa kacau balau, dimana setiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri juga peraturan itu berbeda-beda.
          Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama Code Civil de Francais yang juga dapat disebut Code Napoleon, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagaian dari Code Napoleon. Sebagai petunjuk penyusunan Code Civilini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies. Disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jernonia dan Hukum Cononiek.
          Mengenai peraturan hukum yang belum ada di jaman Romawi antara lain masalah wessel, asuransi, dan badan-badan hukum, pada jaman Aufklarung (sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama Code de Commerce.
          Sejalan dengan adanya penjajahan oleh Belanda (1809-1811), Raja Lodewijk Napoleon menetapkan Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland (isinya mirip dengan Code Civil ded Francais atau Code Napoleon) untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Netherland). Pada 1811, saat berakhirnya penjajahan dan Netherland disatukan dengan Prancis, Code Civil des Francais atau Code Napoleon tetap berlaku di Belanda.
          Setalah beberapa tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis, Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari hukum perdatanya. Pada 5 Juli 1830, kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya Burgerlijk Wetboek (BW) dan Wetboek Van Koophandle (WVK) yang isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Frances dan Code de Commerce.
          Pada tahun 1948, kedua undang-undang produk Netherland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan Azas Koncordantie (Azas Politik Hukum). Saat ini kita mengenal Burgerlijk Wetboek (BW) dengan nama KUH Sipil (KUHP), sedangkan untuk Wetboek Van Koophandle (WVK) kita mengenalnya dengan nama KUH Dagang.

2.    Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
          Mengenai keadaan Hukum Perdata di Indonesia ini masih bersifat majemuk (masih beraneka warna atau ragam). Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1.    Faktor Ethnis, yang disebabkan karena adanya keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia (karena negara Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa)
2.    Faktor Hostia Yuridis, dapat kita lihat pada pasal 163 I.S. dan pasal 131 I.S. Pada pasal 163 I.S. membagi penduduk menjadi 3 golongan yaitu :
a)   Golongan Eropa dan yang dipersamakan
b)   Golongan Bumi Putera (pribumi) dan yang dipersamakan
c)   Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
          Sedangkan pada pasal 131 I.S. mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
1.    Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Belanda berdasarkan Azas Konkordansi
2.    Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan, berlaku Hukum Adat mereka yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di rakyat. Dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
3.    Bagi golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab), berlaku hukum masing-masing dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat, baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu.
          Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia, kita harus mengetahui terlebih dahulu riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terhadap hukum di Indonesia. Pedoman politik bagi pemerintah Hindia Belanda terhadap Hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 I.S (Indische Staatregeling) yang pokok-pokoknya sebagai berikut :
1.    Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana beserta Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-Undang yaitu di Kodefikasi)
2.    Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di Belanda (sesuai Azas Konkordansi)
3.    Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dapat berlaku bagi mereka
4.    Untuk orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa maka diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa. Penundukkan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja
          Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat
            Berdasarkan pedoman diatas, pada jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu tentang :
1.    Perjanjian kerja perburuhan (Staatsblat 1879 no 256)
2.    Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (Straatsblad 1907 no 306)
3.    Beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Straatblad 1933 no 49)
                   Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
1.    Ordonansi Perkawinan Bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
2.    Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) (Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717)
          Ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
1.    Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
2.    Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
3.    Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
4.    Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98)

C.   Sistematika Hukum Perdata di Indonesia
Apabila dilihat dari sistematika, hukum perdata di Indonesia mengenal 2 sistematika :
1.    Sistematika hukum perdata menurut undang – undang yaitu hubungan perdata sebagaimana termuat dalam kitab Undang – undang hukum perdata yang terdiri:
·         Buku I : tentang orang yang mengatur hukum perseorangan dan hukum keluarga (pasal 1 s/d 498)
·         Buku II : Tentang benda yang mengatur hukum benda dan hukum waris (pasal 499 s/d 1232)
·         Buku III : Tentang perikatan yang mengatur hukum perikatan dan hukum perjanjian (pasal 1233 s/d 1864)
·         Buku IV : Tentang pembuktian dan kadaluwarsa yang mengatur alat – alat bukti dan akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum diatur (pasal 1805 s/d 1993)
2.    Menurut ilmu pengetahuan hukum, sistematika hukum perdata material terdiri :
·         Hukum tentang orang/hukum perorangan/badan pribadi : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum perorangan mengatur tentang hal – hal diri seseorang.
·         Hukum tentang keluarga /hukum keluarga : mengatur tentang manusia sebagai subyek hukum,mengatur tentang perihal kecakapan untuk bertindak sendiri atau hukum keluarga mengatur tentang hukum yang timbul di perkawinan.
·         Hukum tentang harta kekayaan / hukum harta benda : mengatur perihal hubungan – hubungan hukum yang dapat diukur dengan uang. Hak mutlak yang memberi kekuasaan atau suatu benda yaa.
·         Hukum Waris (erfrecht) : memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.



Referensi:




Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEMPAT MAKAN SOTO ENAK DI DEPOK

SHU Mencapai Rp 1,2 Miliar Koperasi ABC Mampu Memenuhi Visi "Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Anggota"